Melihat Kolektif Bekerja

PUSKAPA
3 min readSep 5, 2023

Ditulis oleh Arif Maulana Talitti Mattata untuk PUSKAPA.

Kaum muda, dengan segala potensinya, punya posisi strategis dalam mendorong perubahan dalam upaya-upaya pembangunan. Cordiero (2006:15) mengungkapkan bahwa kaum muda dapat menjadi sumber solusi dan sumber pembaharuan atas masalah yang terjadi dalam masyarakat. Tinjauan literatur PUSKAPA (2022) juga menunjukkan bahwa pemangku kepentingan, seperti lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah, menempatkan kaum muda sebagai salah satu aktor pembangunan.

Namun, kajian literatur PUSKAPA (2022) menunjukkan bahwa iklim politik masih menempatkan kaum muda sebagai pihak subordinat, atau terbatasnya budaya demokrasi karena kebijakan yang terlalu mudah memenjarakan mereka yang bersuara.

Lantas, apa saja dukungan yang diperlukan agar kaum muda bisa berpartisipasi secara bermakna?

Dukungan agar kaum muda bisa berpartisipasi secara bermakna dapat dilakukan dengan aksi kolektif. Aksi kolektif merupakan keterlibatan sekelompok orang guna melakukan tindakan bersama untuk mengejar kepentingan bersama (Meinzen-Dick, Gregorio, McCarth 2004:4–5). Namun, upaya kolektif harus dilakukan secara terstruktur. Jika tidak melakukan upaya kolektif yang terstruktur, partisipasi atau advokasi kaum muda akan kurang berdampak.

Melalui aksi kolektif, peluang masyarakat berhasil melakukan advokasi lebih besar dibandingkan bekerja secara individu. Butuh pengorganisasian untuk melakukan advokasi, terutama dalam konteks Indonesia yang banyak mengandalkan hubungan-hubungan informal (Barenschot & Klinken 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Barenschot & Klinken (2018) menunjukkan bahwa untuk memperoleh haknya sebagai warga, butuh melibatkan diri dalam jaringan/organisasi tertentu: dengan mengorganisir diri atau gabungan dalam organisasi formal/informal. Artinya, kolektif berperan besar dalam menentukan siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh mendapatkan manfaat dari negara.

Kaum muda juga dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Meinzen-Dick, Gregorio, McCarthy 2004:5. Menurut Notterman (2016:436), perspektif ini menunjukkan kemungkinan model pengorganisasian komunitas di sekitar milik bersama yang mengakui, memungkinkan, dan bahkan merangkul perbedaan, sambil menjalin kesamaan individu menjadi proyek kolektif yang fleksibel. Tidak dapat dipungkiri, dalam suatu kolektif, ada individu-individu yang memiliki latar belakang berbeda satu sama lain.

Dalam kehidupan kaum muda, praktik kolektif bisa kita jumpai sebagai himpunan mahasiswa, komunitas, organisasi, dll. Kolektif di Makassar dapat kita jumpai, seperti Katakerja, Ibookita, Kedai Buku Jenny, Riwanua, dll. Di wilayah Nusa Tenggara ada Videoge, Simpasio, Lakoat Kujawas, Klub Buku Petra, dll.

Keberadaan kolektif-kolektif tersebut dapat dimanfaatkan oleh kaum muda untuk bergabung agar dapat berpartisipasi secara bermakna dalam pembangunan. Katakerja, misalnya, merupakan kolektif berbentuk perpustakaan umum dan dapat diakses secara gratis. Sebagai sebuah kolektif, Katakerja memfasilitasi kegiatan seni budaya secara kolektif dalam memaknai literasi secara luas. Katakerja tidak hanya berfokus pada persoalan menyediakan akses buku, tapi juga mengadakan kegiatan-kegiatan musik, film, dan budaya.

Praktik yang dilakukan Katakerja menjadi jadi satu contoh bagaimana kolektif dapat menyediakan akses bagi masyarakat untuk memperoleh haknya, yakni pendidikan literasi. Kolektif-kolektif lain pun melakukan kerja-kerja sesuai dengan fokus isu masing-masing. Oleh karena itu, dengan melihat bagaimana kolektif bekerja dan posisi strategis kaum muda dalam kerja-kerja pembangunan, kaum muda dapat memanfaatkannya guna berpartisipasi secara bermakna, sehingga kaum muda mampu berpartisipasi mendorong perubahan dalam upaya-upaya pembangunan, setidaknya dimulai dari lingkaran terdekatnya.

Daftar Pustaka

Berenschot, Ward, and Gerry Van Klinken (2018) Informality and Citizenship: the Everyday State in Indonesia, Citizenship studies22.2 (2018): 95–111.

Cordiero, Rui Mesquita (2006) Youth Politics and Intergenerational Relations: A Youth Network Seeking for Development and Empowerment and Empowerment in Recife, research paper, ISS, The Hague.

Meinzen-Dick, Ruth, Monica DiGregorio, and Nancy McCarthy. (2004). Methods for Studying Collective Action in Rural Development, Agricultural systems, 82(3): 197–214.

Noterman, Elsa. (2016). Beyond tragedy: Differential Commoning in a Manufactured Housing Cooperative, Antipode, 48(2): 433–452.

PUSKAPA. (2022). Membangun Partisipasi Inklusif, Menguatkan, Keterlibatan Sipil: Tinjauan Literatur untuk Memahami Program Partisipasi Kaum Muda di Indonesia. Depok: PUSKAPA.

--

--

PUSKAPA

We work with policymakers and civil society on inclusive solutions that create equal opportunities for all children and vulnerable populations.