Menata Ulang Langkah Pemerintah

PUSKAPA
6 min readOct 17, 2020

Kebijakan pemerintah perlu lebih cermat. Utamakan kesehatan dan perlindungan kelompok rentan.

Pictures with text said “Covid-19” with the virus which looks like a ball as the background
Artikel terakhir dari seri #BedahKerentanan | Foto oleh Martin Sanchez

Setelah memahami perluasan definisi kerentanan dan mengidentifikasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi dalam pandemi COVID-19, bagaimana sebaiknya pemerintah mengambil kebijakan? Langkah-langkah apa yang patut menjadi prioritas?

Perlu dicatat bahwa pemerintah telah berupaya untuk menanggapi perubahan situasi yang amat cepat akibat penyebaran virus Corona. Perluasan definisi penerimaan bantuan, penyediaan panduan dan protokol untuk penanganan virus, pemulangan anak di dalam institusi, serta penanganan kekerasan adalah contoh kebijakan yang sudah berada di jalan yang benar.

Namun, dalam situasi yang darurat seperti ini, kecepatan tetap menjadi kunci. Jadi, langkah pemerintah yang sudah lebih cepat dari sebelumnya itu, harus lebih bergegas, ringkas dan semakin cermat. Saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk menerapkan kebijakan dengan tepat sasaran, khususnya dalam perlindungan kelompok-kelompok rentan. Kebijakan-kebijakan tersebut sebenarnya bukan ide baru, tapi merupakan gagasan yang sudah sejak lama dibahas dan dinanti untuk diwujudkan.

Kajian kebijakan oleh Bappenas bekerjasama dengan PUSKAPA, UNICEF dan KOMPAK mengajukan sejumlah rekomendasi kebijakan dalam menanggulangi kerentanan di masa pandemi ini. Titik berat dari rekomendasi adalah setiap program harus memperhatikan parameter kesehatan dan perlindungan terhadap kelompok rentan, terutama anak-anak. Pertimbangan ini tak hanya berlaku jangka pendek di era pandemi COVID-19. Tapi juga sebaiknya berlaku untuk kebijakan jangka panjang bahkan setelah pandemi ini berakhir.

Hal pertama yang disarankan oleh kajian kebijakan di atas adalah menetapkan langkah kebijakan untuk penataan ulang sejumlah masalah mendasar, terkait pendataan penduduk, layanan publik, serta penanganan kekerasan. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan pada individu maupun kelompok. Perlu diingat, langkah-langkah ini membutuhkan waktu untuk mencapai kondisi ideal, namun penting untuk dirintis mulai sekarang.

Penataan data kependudukan dibutuhkan agar sistem layanan publik dapat diakses oleh semua warga, tanpa ada yang tertinggal dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Untuk itu, kajian kebijakan ini menyarankan agar ada perbaikan data kependudukan dan karakteristik wilayah di tingkat RT/RW/desa/Kelurahan hingga Kecamatan. Tujuannya, agar kebijakan selanjutnya yang bersifat kolektif dan struktural, seperti penyediaan sarana air bersih, penyediaan tenaga kesehatan dan pekerja sosial, serta fasilitas dukungan sosial lainnya, dapat terlaksana dengan lebih cermat dan terukur. Selain itu, pendataan individu harus mampu menghasilkan data kependudukan yang akurat, yakni ‘by name by address’, agar dapat menyampaikan bantuan dengan tepat kepada kelompok yang membutuhkan.

Untuk mencapai kondisi di atas, maka dibutuhkan kerja sama pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dapat menerbitkan aturan untuk menertibkan administrasi kependudukan sehingga tercipta data yang lengkap dan akurat, yang kemudian dilaksanakan Pemerintah Daerah. Data DTKS sebagai rujukan program bantuan pemerintah, memiliki banyak keterbatasan, antara lain, karena data tak selalu sesuai situasi terkini. Karena itu, pemerintah pusat dan daerah, melalui Kementerian Sosial dan dinasnya, dapat memaksimalkan data administrasi kependudukan sebagai sumber informasi untuk perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelaksanaan program.

Langkah kebijakan kedua adalah menata pelayanan publik agar lebih responsif. Untuk itu, selain menyediakan layanan publik secara langsung (tatap muka jika memungkinkan) dengan memastikan protokol dan prosedur kesehatan yang ketat, pemerintah tetap harus menyediakan layanan virtual. Layanan publik secara virtual ini tak lagi bersifat sementara, tapi menjadi layanan yang berjalan paralel dengan pelayanan tatap muka. Untuk itu, peran pemerintah sebagai unit yang memobilisasi segenap jajarannya amat krusial.

Baik dalam penataan data penduduk maupun pembenahan tata kelola layanan publik, pemerintah perlu menggandeng komunitas-komunitas lokal dan jaringan di masyarakat. Selain memaksimalkan peran RT/RW, relawan dari berbagai komunitas berguna untuk mengidentifikasi serta menjangkau penduduk yang masuk dalam kategori kelompok rentan baru atau mereka yang tersembunyi. Mereka juga yang berperan aktif dalam memantau kebutuhan tiap individu atau keluarga, yang termasuk kelompok rentan. Dengan demikian, pemutakhiran data dapat dilakukan dengan lebih cermat dan tepat, sehingga memudahkan penyediaan layanan maupun program bantuan bagi individu atau kelompok yang membutuhkan.

Selanjutnya langkah kebijakan ketiga adalah menata perlindungan khusus terkait deteksi kekerasan yang dialami anak dan kelompok rentan dari beragam latar belakang sosial (usia, gender, dan status disabilitas). Saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk menata ulang kebijakan dalam hal ini, dengan menggunakan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016 dan Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018. Tujuannya, agar program pemerintah lebih terarah dan berbasis data ilmiah.

Di sisi lain, pemerintah perlu menyiapkan sistem dan prosedur agar layanan virtual dalam penanganan kekerasan dapat tetap dijalankan dan kualitasnya semakin membaik, dan berlanjut walaupun pandemi serta masa rehabilitasinya telah berakhir.

Selain langkah-langkah kebijakan di atas, pemerintah harus merancang kebijakan berskala pendek dan menengah, serta menentukan langkah jangka panjang dalam menangani berbagai permasalahan yang muncul selama dan setelah pandemi. Untuk jangka pendek dan menengah, pemerintah tetap harus fokus pada penanganan COVID-19, dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama, mengurangi kemungkinan penduduk untuk terpapar virus COVID-19 dengan meningkatkan perlindungan komunitas, terutama bagi kelompok-kelompok rentan. Untuk itu, kebijakan pembatasan sosial berskala besar diberlakukan dengan lebih terukur, dengan memantau perkembangan dengan lebih teliti, agar penularan tidak kian meluas. Pemerintah perlu terus menggalakkan penelusuran dan identifikasi pasien COVID-19 agar mereka yang terinfeksi dapat segera diisolasi atau dirawat. Tentu pemerintah perlu memobilisasi jaringan RT/RW untuk memantau warga, serta mempersiapkan jaringan bantuan dan jaminan sosial yang dibutuhkan bagi mereka yang positif COVID-19.

Kedua, pemerintah harus terus berupaya mengurangi dampak dari infeksi COVID-19. Virus corona bisa membawa dampak yang lebih berat terhadap kelompok-kelompok rentan. Untuk itu, upaya untuk menemukan dan mengisolasi pasien COVID-19 membutuhkan komitmen yang lebih besar dan konsisten, agar kelompok rentan tidak tertular. Pemerintah tak hanya harus mengaktifkan swab test PCR dalam skala besar, namun juga harus siap menanggung biaya testing dan perawatan bagi individu yang kemudian terbukti negatif COVID-19. Selain itu, pemerintah perlu mendukung upaya pengadaan vaksin COVID-19, baik dalam riset maupun uji klinisnya — termasuk kolaborasi dengan negara-negara lain, serta merancang sistem untuk regulasi, anggaran dan pengelolaan distribusi vaksin.

Ketiga, pemerintah perlu mengurangi dampak negatif dari pembatasan sosial. Baik yang berimbas terhadap layanan dasar, maupun kemampuan ekonomi individu dan kelompok rentan, terutama anak dan keluarga dari kelompok rentan. Untuk penyediaan layanan dasar, misalnya, pemerintah perlu menjamin ketersediaannya baik secara virtual maupun secara langsung. Jika layanan harus disampaikan secara langsung, maka pemerintah perlu menjamin sistem dan prosedurnya aman bagi pengguna, terutama bagi kelompok rentan. Layanan mendasar yang amat dibutuhkan itu, misalnya, menyangkut administrasi kependudukan. Tujuannya adalah terus memperbarui data kependudukan — dan terhubung dengan layanan COVID-9, demi membantu warga memperoleh dokumen kependudukan yang dibutuhkan, pemantauan tumbuh kembang, pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi, pendampingan dalam mengatasi konflik dalam keluarga/rumah tangga, yang meningkat akibat pembatasan sosial, pengembangan materi pendidikan hingga pendampingan bagi anak-anak jalanan.

Dalam mengatasi melemahnya kemampuan ekonomi akibat pembatasan sosial, pemerintah dapat meringankan beban ekonomi dengan dua cara. Pertama, mensubsidi atau menghapus biaya dalam layanan dasar, seperti listrik, air, sewa rumah, dan transportasi umum. Langkah kedua, pemerintah memberikan bantuan sosial langsung, baik berupa barang atau bantuan langsung tunai kepada keluarga yang terdampak. Subsidi dan bantuan finansial juga dapat diberikan kepada panti, rumah singgah, asrama/pesantren. Tujuannya adalah untuk mencegah anak dipulangkan tanpa proses dan kejelasan mengenai nasib pengasuhannya kelak.

Sedangkan untuk menanggulangi dampak terhadap kesehatan mental, pemerintah perlu proaktif memberikan layanan konseling dan pendampingan bagi anak dan remaja. Pemerintah juga menyediakan bantuan pengobatan yang dibiayai oleh pemerintah melalui jaminan kesehatan nasional atau sumber pendanaan negara lainnya.

Ketika langkah kebijakan sudah ditentukan, lalu kebijakan jangka pendek dan menengah dilaksanakan, maka apa yang dapat dirancang pemerintah untuk jangka panjang?

Pelajaran terpenting yang dapat dipetik dari pandemi saat ini adalah negara selama ini tak pernah siap menghadapi krisis dengan skala sebesar saat ini. Kondisi infrastruktur pelayanan negara bagi warga yang kurang tertata dan tak merata menjadi kendala utama dalam melindungi kelompok-kelompok rentan. Selain itu, negara belum pernah memiliki sarana untuk membentengi kelompok yang paling berisiko terkena imbas pelemahan ekonomi jika krisis melanda. Keberadaan kelompok rentan tak pernah terdata dan terpantau dengan seksama, bahkan perubahan data pun luput dari perhatian pemerintah.

Karena itu, untuk jangka panjang, pemerintah harus menata ulang sistem dan infrastruktur pendataan penduduk, dan penyediaan layanan dasar, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pendampingan dan pemantauan terhadap kebutuhan dan perlindungan kelompok rentan. Tujuannya, agar sistem dan infrastruktur itu mampu mengurangi penularan virus pada kelompok rentan, menjamin berjalannya kehidupan sehari-hari dengan aman di tengah pandemi, dan layanan dasar tersedia dengan baik dan terjangkau oleh publik.

Akses kertas kebijakannya di sini:

Akses infografiknya di sini:

--

--

PUSKAPA

We work with policymakers and civil society on inclusive solutions that create equal opportunities for all children and vulnerable populations.